Setiap kebijakan tidak lepas dari peran berbagai aktor, Aktor dalam kebijakan dapat berarti individu-individu atau kelompok-kelompok, dimana para pelaku ini terlibat dalam kondisi tertentu sebagai suatu subsistem kebijakan. Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu sebagai berikut: 1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative; 2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat, biasanya menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem kebijakan; 3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Pemerintah dan politikus seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka; 4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan; 5) Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi.
Lebih lanjut Howlet dan Ramesh menjelaskan bahwa eksekutif atau kabinet kebanyakan merupakan pemain kunci dalam subsistem implementasi kebijakan, dimana tugas pokoknya adalah memimpin Negara, disamping itu ada aktor lain yang terlibat dan bekerja sama dengan eksekutif dalam membuat suatu kebijakan yaitu legislatif. Selain mengadakan fungsi tersebut, legislatif juga mengontrol kebijakan pemerintah, memberikan masukan terhadap kebijakan yang dibuat sebagai wadah untuk hak bertanya terhadap suatu permasalahan dan mendiskusikannya dengan pemerintah; juga mengadakan perubahan atas suatu kebijakan. Namun fungsi ini terkadang tidak optimal sebagai akibat dominannya fungsi yang dimainkan oleh eksekutif.
Dalam system politik modern, memungkinkan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk berperan dalam proses penentu kebijakan, komponen penting dalam kelompok ini adalah pengetahuan, khususnya mengenai informasi, kelompok kepentingan seringkali mengetahui hampir semua hal ada diwilayahnya. Dalam hal ini, para politis dan birokrasi membutuhkan informasi guna melengkapi informasi yang dinilai masih kurang dalam pembuatan kebijakan atau untuk keperluan menyerang lawan politik.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Dengan berpangkal tolak pada refleksi seperti itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh Crehan dan Oppen bahwa proses kebijakan sebaiknya dipahami sebagai sebuah peristiwa social (social event) dan arena perjuangan (an arena of struggle), tempat dimana para partisipan (aktor atau kelompok) yang berbeda pandangan dan latar belakang lapisan sosialnya berkompetisi untuk memenangkan kepentingannya masing-masing.
Malang, 13 Agustus 2011
Gang 19 Kav.7/7
0 komentar on Aktor, Institusi dan Instrumen dalam Kebijakan Publik :
Posting Komentar