Berbicara tentang kebijakan public bukanlah perkara gampang atau sesuatu yang bisa di permudah, mengingat para ahlipun berbeda tentang konsep dalam mendefinisikan kebijakan public ini. Hal ini bisa dilihat dalam banyaknya definisi dari para pakar dan definisi-definsi mereka berbeda satu sama lain, walaupun sebagian memiliki kesamaan arti namun itu merupakan koleksi dan bukti akan banyaknya definisi dari kebijakan public. Banyaknya definisi ini bukan berarti bahwa definisi yang lahir untuk membantah dan meruntuhkan definisi yang ada, tapi definisi-definisi yang lahir sebagai sebuah bukti bahwa banyak perspektif yang bisa digunakan untuk melihat seperti apa kebijakan public itu, banyaknya definisi ini juga sebagai bukti bahawa betapa susahnya mendefinisikan kebijakan public itu. Karena setiap orang akan mendefinisikan kebijakan itu setelah melihat model kebijakan atau apa yang telah di tetapkan sebagai kebijakan oleh pemerintah. Dalam hal ini saya sepakat dengan apa yang di kemukakan oleh Hakim Agung AS Potter Stewart bahwa kita tidak mungkin pernah bisa mengerti dalam mendefinisikan pornografi. Kebijakan publik itu seperti pornografi, kita akan kesulitan mendefinisikannya tapi kita akan tahu ketika kita melihatnya.
Yang terpenting dalam kebikan public adalah bukan memperdebatkan tentang definisi-definisi yang ada. Karena inti dari kebijakan public itu adalah bagaimana memecahkan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, bagaimana mengangkat berbagai persolan dengan menetapkan isu yang tepat sehingga persoalan itu dianggap sebagai sebuah persoalan yang harus segera di selesaikan serta bagaimana meramu setiap isu sehingga isu itu bisa menembus arena pembuatan kebijakan. Karena kesulitan yang dihadapi dalam pembuatan kebijakan adalah menembus arena kebijakan. Kebanyakan para pembuat kebijakan akan tertarik untuk menggolkan sebuah kebijakan apabila kebijakan tersebut memiliki nilai tertentu yang menguntungkan individu dan kelompok pembuat kebijakan itu sendiri. Karena dalam arena kebijakan dipenuhi oleh pertarungan-pertarungan kepentingan, baik antar actor maupun antar kelompok dan lain sebagainya. Pertarungan kepentingan antar actor ini seringkali membiaskan sebuah kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka dan kelompok mereka ketika kebijakan tersebut sudah berada dalam pusat arena kebijakan.
Pandangan epifenomena mengatakan bahwa sebuah kebijakan tidak hanya di pengaruhi oleh actor politik, baik dari kekuatan partai, kelompok kepentingan dan lain sebagainya. Pendekatan epifenomena ini menilai bahwa kebijakan sebagian besar di tentukan oleh kondisi-kondisi yang yang mendasarinya ketimbang oleh proses politik. Salah satu tokoh utama dari penganut teori ini, Hofferbert mengatakan bahwa apa-apa yang muncul dari proses kebijakan sebagian besar di tentukan oleh realitas dasar dari suatu Negara. Dimana agenda kebijakan dan hasil actual dari system politik adalah fungsi dari tiga actor utama: kondisi historis dan geografis, komposisi social dan ekonomi, perilaku politik massa. Pendekatan Hofferbert ini mencoba membedah cara system politik dalam mendefinisikan problem dan merumuskan kebijakan sebagai sebentuk fungsi dari tekanan factor makro dan kondisi yang tidak bisa di pengaruhi oleh pembuat kebijakan.
Pendekatan yang dilakukan oleh teori epifenomena diatas yang melihat bahwa institusi pemerintah terpisah dengan perilaku elit adalah sebuah kekeliruan besar. Disini Hoffebert tidak mempertimbangkan dinamika dan keterkaitan antara fariabel-fariabel. Karena kondisi umum yang terjadi di ranah public justeru tidak ada dikotomi antara institusi pemerintah dan perilaku elit. Keduanya melebur dalam sebuah agenda-agenda tersembunyi dibalik interaksi keduanya, sebagaimana yang dinyatakan oleh teori jaringan. Dimana pemerintah berjalan pada beberapa level dan menjalankan banyak interaksi. Dalam arena kebijakan ini peran institusi dan perilaku elit tidak bisa di pisahkan. Secara psikologis keduanya memiliki kedekatan, dimana kedekatan ini direkatkan oleh kesamaan kepentingan diantara keduanya dan tidak jarang kepentingan ini berujung pada adanya perselingkuhan romantisme kepentingan diantara keduanya, yang klimaksnya diakhiri dengan enjakulasi penguasaan sumber daya, baik ekonomi maupun kekuasaan.
Memahami bentuk permainan dalam arena kebijakan yang penuh dengan intrik maka seorang policy maker dalam membuat kebijakannya tidak cukup hanya dengan mengandalkan penguasaan keilmuan dalam hal kebijakan, tapi seorang policy maker harus memiliki kecakapan dalam membuat pemetaan kekuatan yang bermain dalam arena kebijakan. Dengan memahami sistem metafora arena dalam proses kebijakan akan memudahkan policy maker dalam memudahkan penyusunan model kebijakan yang sesuai dengan yang di inginkan. Banyaknya informasi yang di kumpulkan oleh para policy maker juga akan membantu mereka dalam memformulasikan kebijakan yang akan mereka hasilkan. Selain informasi, pembuatan kebijakan akan lebih bermanfaat apabila melibatkan pihak-pihak tertentu yang dianggap berkompoten dalam proses formulasi kebijakan ini.
Malang, 13, Juli 2011
Gang 19, Kav. 7/7
Malang, 13, Juli 2011
Gang 19, Kav. 7/7
0 komentar on Kebijakan Publik Sebagai Arena Pertarungan Kepentingan :
Posting Komentar