Masih membekas dalam ingatan saya, saat dimana ribuan masyarakat buton utara yang melakukan demonstrasi dengan menduduki kantor DPRD Sultra menuntut diadakannya pemekaran kabupaten buton utara dari kabupaten muna. Saat paling menegangkan saat itu adalah pada saat penentuan penanda tanganan rekomendasi pemekaran. Dimana pada saat itu Bupati muna mau menanda tangani kabupaten buton utara dengan catatan ibukota adalah buranga. Mengingat kondisi saat itu elit politik kabupaten buton utara menyepakati keinginan Bupati muna. Keputusan itu adalah keputusan yang sangat bijak, karena kepentingan kedua belah pihak terwakili. Disatu sisi Keinginan bupati muna untuk beribukota diburanga terpenuhi dan keinginan masyarakat buton utara juga terpenuhi.
Dicapainya kesepakatan tentang pemekaran tersebut disambut oleh suka cita warga buton utara dimana dalam sebuah buku berjudul dinamika politik lokal dan pemerintahan daerah menyebutkan kalau warga buton utara yang ikut demonstrasi saat itu sebanyak 13.000 orang. Sejak disepakatinya rekomendasi pemekaran tersebut sebuah harapan kesejahteraan warga buton utara akan terwujud. Dimana selama bergabung dengan kabupaten muna warga buton utara merasa terpinggirkan dan dialienasikan dalam hal pembangunan. Dengan mekarnya kabupaten buton utara dari kabupaten muna maka kemudahan pelayanan akan semakin efisien. Sehingga adalah hal yang wajar ketika saat itu masyarakat buton utara menaruh sebuah harapan besar dengan mekarnya kabupaten buton utara.
Namun sejak dimekarkannya Kabupaten buton utara dari kabupaten muna, malah melahirkan persoalan-persoalan baru yang hingga saat ini belum terselesaikan. Persoalan-persoalan ini kemudian merampas harapan kebahagiaan dan memudarkan angan-angan akan kesejahteraan masyarakat buton utara. Persoalan utama yang hingga saat ini masih menjadi isu utama adalah persoalan ibukota. Persoalan ibukota ini menjadi tuntutan dari sebagian kelompok yang menilai bahwa pembangunan infrastruktur yang ada di ereke adalah merupakan bentuk pemindahan ibukota dari buranga ke kulisusu. Bahkan yang lebih ekstrim lagi ada penilaian bahwa hal itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap undang-undang. Karena letak ibukota kabupaten buton utara menurut kelompok pro buranga memiliki kekuatan hukum karena termaktub dalam undang-undang. Sementara pro ereke juga bertahan dengan pendapat mereka bahwa dalam undang-undang tidak menyebutkan untuk membangun kantor di buranga sehingga mereka menafsirkan bahwa membangun kantor di ereke adalah sesuatu yang tidak melanggar hukum.
Konflik ibukota butur berujung dengan di ikatnya
salah seorang anggota DPRD Kab. Butur (foto, Berita Kendari.com)
Dalam tulisan ini saya tidak mempersoalkan ibukota, tapi dalam catatan ini saya hanya akan menulis tentang konflik ibukota Butur yang tak kunjung ada penyelesaian. Saya melihat bahwa berlalrut-larutnya persoalan ibukota ini akan merugikan masyarakat buton utara. Karena normatifnya sebuah pemekaran harusnya akan memberikan manfaat pada masyarakat. Sehingga persoalan ibukota yang sampai saat ini belum terselesaikan harusnya mendapat perhatian penuh dari pemerintah daerah dan secepatnya diselesaikan. Karena memikirkan kesejahteraan masyarakat ditengah konflik adalah sesuatu yang sulit. Sebaik apapun sebuah konsep yang akan dijalankan maka akan selalu dipersepsikan oleh pihak lain dengan kepentingan kelompok tertentu. Ketika masing-masing kelompok sudah mulai saling mempersepsikan, lebih-lebih persepsi mereka negatif maka suhu dari konflik yang terjadi akan makin membesar yang kemudian akan menjadi konflik terbuka.
Semakin besar konflik yang terjadi, maka pemerintah hanya akan fokus pada persoalan konflik yang sedang berlangsung. Dalam kondisi seperti ini maka memikirkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat adalah sesuatu yang mustahil. Karena dalam kondisi seperti ini pemerintah hanya memfokuskan perhatian pada penyelesaian konflik, sehingga kepentingan masyarakat akan terabaikan. Dan memikirkan sebuah konflik bukan merupakan persoalan yang sederhana. Karena memikirkan konflik berarti berpikir dalam tekanan-tekanan, disatu sisi memikirkan satu kelompok sementara pada sisi yang lain berusaha untuk memikirkan keterwakilan dari kelompok lain. Ketika kesimpulan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam penyelesaian konflik tersebut tepat itu hanya akan meningkatkan tensi konflik yang terjadi.
Saya hanya berharap semoga persoalan yang terjadi selama ini bisa diselesaikan secepatnya agar pemda butur bisa memikirkan kesejahteraan masyarakat. Sudah cukup perjuangan warga buton utara untuk memperjuangkan nasib mereka. Kalau sebagian orang mengatakan bahwa nasib itu harus diperjuangkan. Lantas perjuangan apa lagi yang harus dilakukan oleh masyarakat butur. Bukankah dua kali melintasi laut adalah bukti keseriusan mereka untuk merubah nasib yang selama ini merasa teralienasi. Maka adalah sesuatu yang wajar ketika suatu saat mmereka menuntut hak mereka mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak.
Malang, 21 September 2011
Gang 19 Kav. 7/7
0 komentar on Konflik Ibukota Butur :
Posting Komentar