Lebaran kali ini sedikit berbeda buat saya, karena lebaran tahun ini saya merayakannya di solo bukannya di kampung. Saya penasaran ingin merasakan seperti apa rasanya terjebak dalam kemacetan. Selama ini saya hanya menyaksikan arus mudik lewat televisi yang memberitakan antrian kendaraan yang mudik yang terjebak dalam kemacetan yang mejadi lukisan dan suguhan tahunan yang mengasikan. Berita tentang arus mudik seolah sebuah berita yang paling menakjubkan dan semua stasiun televisi menyiarkan berita tentang arus mudik ini.
Namun yang membuat saya kaget bukan kemacetannya tapi berita yang disiarkan dalam sebuah stasiun televisi yang memberitakan kalau korban mudik hingga kemarin malam (28-08-11) sudah melebihi korban tahun lalu, korban kecelakaan lalulintas dalam mudik tahun ini hingga kemarin malam telah mencapai angka empat ratus orang lebih. Kebanyakan yang mengalami kecelakaan ini adalah pengendara kendaraan bermotor dimana alasan terbanyak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah karena ngantuk. Setiap tahun kejadian ini selalu terulang layaknya sinetron seri yang tidak akan pernah tuntas. Persoalan antrian kendaraan dan korban kecelakaan masih mendominasi dan masih mewarnai dalam setiap arus mudik. Kemacetan dan korban kecelakaan merupakan tontonan dan yang sering ditampilakn dalam liputan lebaran. Sehingga tidak ada alasan sebenarnya untuk tidak bisa menyelesaikan persoalan ini, kejadian-kejadian yang pernah terjadi sebelumnya adalah sebuah pelajaran dan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah untuk menemukan sebuah langkah pemecahan persoalan yang tepat agar masyarkat yang mudik bisa merasakan kenyamanan.
Menyaksikan tontonan ini membuat saya berpikir kenapa kemacetan dan kecelakaan yang menjadi rutinitas tahunan ini tidak bisa diantisipasi, tidak mampukah bangsa ini mengidentifikasi persoalan mendasar yang menjadi akar penyebab persoalan ini padahal kejadian ini bukan merupakan kali pertama terjadi di negeri ini. Yang menjadi persoalan, dimana tanggung jawab negara atas wargannya. Dimana bentuk perlindungan negara atas warganya sebagai relasi negara itu sendiri. Tidak cukup negara hanya sebagai penyedia barang publik seperti jalan raya tanpa memikirkan upaya-upaya lanjutan dalam bentuk regulasi yang akan melindungi masyarkat sebagai relasi negara. Tidak adanya regulasi ini hanya menjadikan barang publik yang disediakan oleh negara tidak lebih dari sebuah mesin pembunuh. Pembiaran atas persoalan-persoalan ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk kejahatan ataupun pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh negara atas warganya. Pada hal seharusnya hal ini tidak akan terjadi kalau negara benar-benar bertanggung jawab dan mau melayani warganya.
Berulangnya kejadian-kejadian ini merupakan sebuah tuduhan yang tidak bisa dielakan kalau negara benar-benar tidak menunjukan keseriusan memberikan pelayanan terhadap warganya. Sehingga kalau kita mau memposisikan persoalan sosial ini dengan merujuk pada pemikiran Machiavelin bahwa rakyat selalu dibawah penindasan penguasa maka ini merupakan salah satu penindasan yang dilakukan oleh negara atas warganya.
Solo, 29 Agustus 2011
0 komentar on Adakah Pelayanan Negara Atas Warganya Dalam Kasus Mudik :
Posting Komentar