Perasaan adalah luapan ekspresi bahasa jiwa yang tidak terukur kedalamannya. Perasaan adalah gelora samudera luas yang tak terbatas oleh cakrawala, perasaan adalah telaga sunyi yang memberikan kesejukan perenungan bagi jiwa. Perasaan adalah gejolak getar hasrat yang megantarkan kita pada kesempurnaan hidup. Perasaan adalah taman surgawi para dewa. Perasaan adalah adalah curahan kasih sayang yang dirindukan oleh jiwa dalam pengembaraan cinta tak bertepi. Perasaan adalah kekasih yang kita rindukan kehadirannya untuk mengisi kehampaan jiwa kita. Perasaan adalah suara Tuhan yang membimbing kita pada satu tujuan muliah.
Perasaan adalah sisi terpenting yang ada dalam diri kita tapi paling sering diabaikan, begitu terabaikannya sampai kita pun merasa asing dengan perasaan kita sendiri. Dominasi intelektual telah menumpulkan peran perasaan dalam diri kita. Kita telah menjadikan pemikiran kita sebagai dewa yang memiliki kekuatan tak tertandingi. Intelektual telah mematikan unsur rasa dalam diri kita. Intelektual telah membutakan perasaan kita. Perasaan telah dibisukan oleh dominasi intelktual yang tidak pernah berhenti memperkosa dan menghancurkan tatanan nilai peradaban yang dibangun selama ini. Intelektual telah menghancurkan tatanan masyarakat dengan alasan modernisasi dan kemajuan. Intelektual telah mengubah cinta menjadi matre (saya tidak seperti itu he he he).
Pemikiran intelektual kita memiliki kemampuan menjangkau hal yang ada diluar kemampuan batas indera perasaan kita, Pemikiran memiliki kemampuan menalar yang luar biasa, pemikiran bisa mengubah dusta menjadi cinta, Pemikiran bisa mengubah duka menjadi bahagia. Pemikiran itu tak ubahnya sebuah salon kecantikan yang hanya memberikan polesan indah dan cantik tapi yang menikmati dan menilai hasil kreatifitas itu adalah peran mutlak unsur rasa. Pemikiran bisa saja bercerita tentang cinta dan mengurainya menjadi untaian kisah yang indah tapi pemikiran tak pernah merasakan kepuasan tanpa sentilan gejolak hasrat perasaan. Perasaan memiliki kemampuan merasakan kebahagiaan tanpa peran pemikiran sekalipun, tapi tanpa sumbangsi pemikiran, bahagia itu hanya menjadi gumpalan hasrat yang membeku dan memudar tanpa kita berhasil mengekspresikan keindahannya.
Perasaan dan Pemikiran Intelektual adalah dua sisi yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini. Dalam segala hal seharusnya kita melibatkan peran keduanya. Pemikiran memiliki peran menalar tapi hasil dari penalaran itu harus diterima oleh perasaan begitu pula sebaliknya. Kadang egoisme pemikiran kita membuat kita melukai perasaan kita sendiri dengan mengabaikan peran perasaan.Kita sering mengalami hal itu, saat kita berhasil membohongi seseorang kita merasa bangga seolah kita berhasil tapi perasaan kita terluka atas apa yang kita lakukan (biasanya kalau orang sudah mati rasa seperti itu). Tapi ketika perasaan telah menggumpal yang akan merasa sakit bukan hanya perasaan kita saja tetapi akan meracuni lingkungan dimana kita berada. Kekuatan sebuah kesimpulan, sebuah keputusan terletak pada kemampuan kita menyeimbangkan antara nalar dan perasaan. Menyeimbangkan peran pemikiran dan perasaan bukan perkara gampang, tapi jangan karena alasan sulit lantas kita tidak bergeming dari zona nyaman yang mengurung kita pada keterkungkungan.
"Kebohongan kecil akan di ikuti oleh kebohongan besar, karena untuk meyakinkan sebuah kebohongan kecil kita membuat kebohongan-kebohongan yang lebih besar".
Lapacua, 02 Nov 09
0 komentar on Sisi Penting Yang Terabaikan :
Posting Komentar