Masa Lalu Sebagai Bahan Kontemplasi Diri

Pantaskah hari ini kita membicarakan masa lalu kalau masa lalu itu penuh dengan duka, tangisan, air mata dan penderitaan yang sulit terlupakan. Pantaskah hari ini kita bahagia kalau kebahagiaan itu adalah upah dari penderitaan masa lalu kita. Bukankah seorang penyair sufistik telah mengatakan "ketika kita bahagia mengacalah kedalam dirimu dan kamu akan tahu bahwa sebenarnya kegembiraan itu hanya untuk penderitaan yang sebentar lagi akan menyapa kita dan ketika kamu menderita mengacalah kedalam dirimu dan kamu akan tahu bahwa sebenarnya yang kamu tangisi adalah kebahagiaan yang dalam perjalanan menghampiri kita. Saya kira ungkapan penyair diatas bukan hanya sekedar kelihaian bibir dan lidah sang penyair dalam merangkai dan mengungkap kata, tapi mengandung makna yang luar biasa bagi kehidupan.

Begitu banyak orang yang hari ini berusaha untuk melupakan masa lalu mereka yang pahit dan menyisahkan duri dalam kehidupan mereka, begitu banyak orang yang hari ini berusaha untuk menghapus kisah kegagalan asmara mereka, dan masih banyak lagi keluhan-keluhan lain yang berkaitan dengan sisi kelam kehidupan yang ingin kita lupakan.

Banyak orang yang mengatakan bahwa mereka talah melupakan masa lalu mereka tapi bagi saya, Masa lalu itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita hilangkan karena masa lalu menempati sebuah ruang istimewa yang ada dalam diri kita. Kadang karena kita tidak memikirkan masa lalu kita, kita merasa seolah telah melupakan masa lalu pada hal antara melupakan masa lalu dengan dengan tidak memikirkan masa lalu sangat berbeda. Sisi kelam dan bahagia dalam diri kita menempati sebuah ruang yang sama sehingga kita akan mengalami kesulitan memisahkan keduanya. Masa lalu bukanlah makhluk ganas yang harus dibinasakan, kegagalan masa lalu bukanlah aib yang tidak termaafkan, kegagalan masa lalu bukanlah sesuatu yang kita harus takuti.


Bagi saya masa lalu, masa sekarang dan masa depan adalah ibarat sebuah paramida dimana masa lalu dan masa sekarang adalah pilar dasar yang berfungsi untuk menopang dan memberikan kekuatan bagi kita, yang mengangkat kita pada anak tangga kemuliaan. Seperti apa kita hari ini adalah merupakan rangkaian dan manifestasi dari masa lalu kita. Kemampuan kita bertahan terhadap penderitaan dan kegagalan kita dimasa lalu adalah bahan bakar yang memberikan kekuatan baru bagi kita untuk menghadapi tantangan yang lebih besar. Dalam salah satu bukunya yang berjudul mengakui kebesaran Tuhan Melalui Proses penciptaan manusia harun yahya mengisahkan tentang bagaimana jutaan sperma berlomba memperebutkan satu sel telur dan ketika sudah ada yang mencapai sel telur tersebut maka yang lain akan gugur dengan sendirinya. Pantaskah hari ini kita bersedih kalau keberadaan kita hari ini adalah hasil kemenangan agung masa lampau kita. Pantaskah hari ini kita merasa rapuh kalau diri kita membawa bibit pemenang.


Lapacua, 07 Nov 09

0 komentar on Masa Lalu Sebagai Bahan Kontemplasi Diri :

Posting Komentar