TEORI-TEORI PEMBANGUNAN


A.    Pengertian Pembangunan

Dalam pemahaman sederhana pembangunan diartikan sebagai proses perubahan kearah yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Pembangunan dalam sebuah negara sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (economic development). Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya peningkatan jumlah dan produktifitas sumber daya, termasuk pertambahan penduduk, disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara serta pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sumitro dalam Deliarnov (2006:89), bahwa proses pembangunan ekonomi harus merupakan proses pembebasan, yaitu pembebasan rakyat banyak dari belenggu kekuatan-kekuatan ekonomi, dan pembebasan negara-negara berkembang dari belenggu tata kekuatan ekonomi dunia.
Secara terminologis, di Indonesia pembangunan identik dengan istilah development, modernization, westernization, empowering, industrialization, economic growth, europanization, bahkan istilah tersebut juga sering disamakan dengan term political change. Identifikasi pembangunan dengan beberapa term tersebut lahir karena pembangunan memiliki makna yang multi-interpretable, sehingga kerap kali istilah tersebut disamakan dengan beberapa term lain yang berlainan arti (Moeljarto Tjokrowinoto, 2004). Makna dasar dari development adalah pembangunan. Artinya, serangkaian upaya atau langkah untuk memajukan kondisi masyarakat sebuah kawasan atau negara dengan konsep pembangunan tertentu.

B.    Lahirnya Pembangunan
Dalam perkembangan sejarahnya, terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori maupun praktek pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan jika kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.
Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan pinggiran), dengan analisis  utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.

  1. Pendekatan Dalam Pembangunan
1.    Teori Modernisasi
a. Sejarah Singkat
Tanggal 20 Januari 1949, Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman kali pertama menyitir istilah “developmentalism”. Untuk selanjutnya, ia mempropagandakan istilah under-development bagi negara-negara bekas jajahan agar mampu meredam pengaruh Komunisme-Sosialisme sebagai tawaran ideologi pembangunan, (Stephen Gill, 1993:248)
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai wujud respon kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah menyebabkan munculnya negara-negara Dunia Ketiga. Kelompok negara miskin yang ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas jajahan perang yang menjadi bahan rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah mendapatkan pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka yaitu kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, kebodohan, dan beberapa problem lain.

b. Asumsi Dasar Modernisasi
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang makna modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The 10 Impact of Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses dimana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat berubah.
Cyril E. Black dalam “Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis modernisasi adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut, akan memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing the Middle East” menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral yang sekuler dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi partisipan. Marion Ievy dalam “Modernization and the Structure of Societies” juga menyatakan bahwa modernisasi adalah adanya penggunaan ukuran rasio sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka modernisasi akan semakin mungkin terjadi.
Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat dipahami sebagai sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuh teori, Modernisasi memiliki asumsi dasar yang menjadi pangkal hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama, kemiskinan dipandang oleh Modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah negara (Arief Budiman, 2000:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan merupakan problem yang dibawa oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang warga yang miskin sehingga ia tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka penyebab utama dari fakta tersebut adalah orang itu sendiri dan negara dimana orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara lain. Artinya, yang paling pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut adalah orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain.
Kedua, muara segala problem adalah kemiskinan, pembangunan berarti perang terhadap kemiskinan. Jika pembangunan ingin berhasil, maka yang kali pertama harus dilakukan adalah menghilangkan kemiskinan dari sebuah negara. Cara paling tepat menurut Modernisasi untuk menghilangkan kemiskinan adalah dengan ketersediaan modal untuk melakukan investasi. Semakin tinggi tingkat investasi di sebuah negara, maka secara otomatis, pembangunan telah berhasil, (Mansour Fakih, 2002:44-47).
Teori Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas yang membedakan "modern" dan "tradisional" masyarakat. Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern. Teknologi memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka. Dengan demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk pengembangan yang sama dicapai antara negara maju dan dikembangkan lebih rendah.

2.    Teori Dependensi (Ketergantungan).
Sejarah dan Asumsi Dasar Teori Dependensi
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan.
Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya secara mandiri.
Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis Klasik. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme, yaitu Eropa. Kedua, negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang putri cantik yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya setelah disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi.
Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua hal. Pertama, negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya. Kedua, justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara Dunia Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme” yang diterapkan oleh negara maju kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia Ketiga, (Arief Budiman, 2000:62-63).  

Teori Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh ECLA (United Nation Economic Commission for Latin Amerika) pada masa awal tahun 1960-an. Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mampu menggerakkan perekonomian di negara-negara Amerika Latin dengan membawa percontohan teori Modernisasi yang telah terbukti berhasil di Eropa.
Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran neo-marxisme yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini.
Tentang imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang negara maju yang melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi Kapitalisme Dewasa, sedangkan kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut pandang negara pinggiran yang terkena akibat penjajahan. Dalam dua tahapan revolusi, Marxis Klasik berpendapat bahwa revolusi borjuis harus lebih dahulu dilakukan baru kemudian revolusi proletar. Sedangkan Neo-Marxis berpendapat bahwa kalangan borjuis di negara terbelakang pada dasarnya adalah alat atau kepanjangan tangan dari imperialis di negara maju. Maka revolusi yang mereka lakukan tidak akan membawa perubahan di negara pinggiran, terlebih lagi, revolusi tersebut tidak akan mampu membebaskan kalangan proletar di negara berkembang dari eksploitasi kekuatan alat-alat produksi kelompok borjuis di negara tersebut dan kaum borjuis di negara maju.
Tokoh utama dari teori Dependensi adalah Theotonio Dos Santos dan Andre Gunder Frank. Theotonio Dos Santos sendiri mendefinisikan bahwa ketergantungan adalah hubungan relasional yang tidak imbang antara negara maju dan negara miskin dalam pembangunan di kedua kelompok negara tersebut. Dia menjelaskan bahwa kemajuan negara Dunia Ketiga hanyalah akibat dari ekspansi ekonomi negara maju dengan kapitalismenya. Jika terjadi sesuatu negatif di negara maju, maka negara berkembang akan mendapat dampak negatifnya pula. Sedangkan jika hal negatif terjadi di negara berkembang, maka belum tentu negara maju akan menerima dampak tersebut. Sebuah hubungan yang tidak imbang. Artinya, positif-negatif dampak  berkembang pembangunan di negara maju akan dapat membawa dampak pada negara, (theotonio dos santos, review, vol. 60, 231).

Dalam perkembangannya, teori Dependensi terbagi dua, yaitu Dependensi Klasik yang diwakili oleh Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos, dan Dependensi Baru yang diwakili oleh F.H. Cardoso.

Teori Ketergantungan yang dikembangkan pada akhir 1950an di bawah bimbingan Direktur Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin, Raul Prebisch. Prebisch dan rekan-rekannya di picu oleh kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri maju tidak harus menyebabkan pertumbuhan di negara-negara miskin. Memang, studi mereka menyarankan bahwa kegiatan ekonomi di negara-negara kaya sering menyebabkan masalah ekonomi yang serius di negara-negara miskin. Kemungkinan seperti itu tidak diprediksi oleh teori neoklasik, yang diasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi semua, bahkan jika tidak bermanfaat tidak selalu ditanggung bersama. Penjelasan awal Prebisch untuk fenomena ini sangat jelas: negara-negara miskin mengekspor komoditas primer ke negara-negara kaya yang kemudian diproduksi produk dari komoditas tersebut dan  mereka jual kembali ke negara-negara miskin.
Tiga masalah membuat kebijakan ini sulit untuk diikuti. Yang pertama adalah bahwa pasar internal negara-negara miskin tidak cukup besar untuk mendukung skala ekonomi yang digunakan oleh negara-negara kaya untuk menjaga harga rendah. Isu kedua menyangkut akan politik negara-negara miskin untuk apakah transformasi menjadi produsen utama produk itu mungkin atau diinginkan. Isu terakhir berkisar sejauh mana negara-negara miskin sebenarnya memiliki kendali produk utama mereka, khususnya di bidang penjualan produk-produk luar negeri. Hambatan-hambatan dengan kebijakan substitusi impor menyebabkan orang lain berpikir sedikit lebih kreatif dan historis pada hubungan antara negara-negara kaya dan miskin.

Pada titik ini teori ketergantungan itu dipandang sebagai sebuah cara yang mungkin untuk menjelaskan kemiskinan terus-menerus dari negara-negara miskin. Pendekatan neoklasik tradisional mengatakan hampir tidak ada pada pertanyaan ini kecuali untuk menegaskan bahwa negara-negara miskin terlambat datang ke praktik-praktik ekonomi yang padat dan begitu mereka mempelajari teknik-teknik ekonomi modern, maka kemiskinan akan mulai mereda. Ketergantungan dapat didefinisikan sebagai suatu penjelasan tentang pembangunan ekonomi suatu negara dalam hal pengaruh eksternal - politik, ekonomi, dan budaya - pada kebijakan pembangunan nasional (Osvaldo Sunkel, "Kebijakan Pembangunan Nasional dan Eksternal Ketergantungan di Amerika Latin," Jurnal Studi Pembangunan, Vol 6,. no. 1 Oktober 1969, hal 23).

1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang apa alasan bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
1.   Teori God: Adanya misi menyebarkan agama.
2.   Teori Glory: Kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
3.   Teori Gospel: Motivasi demi keuntungan ekonomi.
3.Paul Baran: Sentuhan Yang Mematikan Dan Kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : Pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.
2. Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a. Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.
b.  Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c. Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Enam bagian pokok dari teory independensi adalah :
1. Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2. Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3. Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.
4.  Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5.  Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6. Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik.

3.   Dasar Teori Sistem Dunia
            Teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi pinggiran dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang harmonis secara ekonomis dan kesemuanya akan bertujuan untuk menuju pada bentuk negara sentral yang mapan secara ekonomi. Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi pembangunan, yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.
Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan sebuah pelengkap dari konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana yang disampaikannya adalah, banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu sentral, semi pinggiran dan pinggiran.
Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini memerlukan kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi sistem dunia dan sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi sistem dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara pinggiran dengan kemajuan yang dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi yang ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya atau dengan kata lain adanya usaha mengurangi disparitas antara negara maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju akan mengalami kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara lain. Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada negara miskin. Negara ini kemudian dikenal dengan istilah negara semi pinggiran, Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional digantikan oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang disampaikan olehnya, antara lain :
1. Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak negara.
2. Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan global terhadap sistem ekonomi dunia.
3. Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan perjuangan kelas yang berskala nasional.

Pengaruh Teori Sistem Dunia
Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia.  Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke dalam pasar kepitalis dunia adalah China, khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam  Suwarsono dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah  merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

4. Teori Artikulasi

Teori  ini  menyikapi  kegagalan  kapitalisme  yang  dilakukan  di  negara  satelit, karena kapitalisme dapat berhasil dilakukan di negara maju. Minimal ada dua alasan utama  yang menyebabkan  kapitalisme  gagal  membawa  negara  berkembang  untuk mencapai kemajuan dalam  pembangunan  yang  dilakukannya.  Dua  hal  itu  adalah kegagalan cara dan proses produksi di negara satelit.
1)   Kegagalan proses produksi di negara satelit
Teori ini berpendapat bahwa negara satelit telah gagal memahami proses industrialisasi  yang  dicontohkan  oleh  negara  maju.  Pemahaman  yang salah atas kapitalisme ini kemudian menbawa kegagalan        dalam mewujudkan kapitalisme dengan melakukan industrialisasi dalam negeri. Disinilah yang dimaksud dengan kegagalan dalam pembangunan menurut teori Artikulasi. Negara   Dunia   Ketiga  gagal   mengartikulasikan   profil   kemajuan   dan kemandirian  ekonomi   yang   telah  tercapai   di   negara   maju   dengan kapitalisasi ekonominya, sehingga kegagalan ini membawa negara satelit tetap menjadi negara miskin.
2)   Kesalahan cara produksi
Industrialiasi yang berjalan di negara satelit mengalami kesalahan dalam hal produksi  (made  of  production),  sehingga  pemanfaatan  sumberdaya alam tidak dilakukan secara maksimal untuk menghasilkan produk barang industri. Kesalahan cara produksi ini menyebabkan kapitalisme di negara satelit tidak berjalan dan berkembang secara murni, sehingga pembangunan tidak berhasil membawa kemajuan bagi negara tersebut. Kegagalan cara   produksi   di   negara   Dunia Ketiga ini terjadi karena keterbatasan teknologi industri yang dikuasai  oleh para tenaga ahli  di negara  Dunia  Ketiga.  Dengan terbatas  dan  sedikitnya  teknologi  industri yagng dikuasai, maka produk industri yang dihasilkan oleh industri negara Dunia Ketiga tetap akan mengalami kekalahan dalam persaingan di pasar konsumsi dengan produk yang dihasilkan oleh industri negara maju.
Dengan tidak lakunya barang-barang produk industri negara Dunia Ketiga, maka pertumbuhan pendapatan industri-industri domestik akan cenderung rugi   atau   hanya  mendapatkan   laba   yang   minim,   sehingga   dengan keuntungan  terbatas  tersebut, karyawan  dan  para  pekerja  akan  terbatas mendapatkan  pendapatan  dari  kerja yang  telah  mereka  lakukan.  Jika pendapatan   rendah,   maka   kemampuan  konsumsi   juga   rendah.   Maka negara Dunia Ketiga tetap masih berada dalam keterbelakangan jika tidak mampu merubah cara produksi industri yang ada didalam negaranya. Cara tercepat  untuk  merubahnya  adalah  dengan  menguasai  teknologi industri yang sangat menentukan mutu produk industri itu sendiri. Tokoh  teori  ini adalah  Claude  Meillassoux  dan  Pierre  Philippe  Rey, keduanya adalah antropolog yang berasal dari Perancis,(Arief Budiman, 2000: 103-107).


Malang, 14-06-11
Gang 19 Kav. 7 No. 7

0 komentar on TEORI-TEORI PEMBANGUNAN :

Posting Komentar